"I am life which wills to live, and I exist in the midst of life which wills to live"

-albert schweitzer-

January 26, 2013

Januari 2013

Mungkin seharusnya kami sedang rapat hari ini, ,

Satu setengah tahun yang lalu, saya hampir tidak bisa menolak sebuah amanah besar yang teman-teman berikan. Sebenarnya sudah habis masa saya pada waktu itu, setelah dua setengah tahun mengabdi dan berproses. Masa-masa kuliah hampir seluruhnya saya habiskan berdinamika bersama orang-orang yang sangat berkesan dalam hidup saya. Ruangan 4x4 meter yang sudah saya anggap sebagai rumah sendiri, yang menyediakan kopi sampai bumbu dan penggorengan untuk memasak nasi goreng kala libur kuliah. 

Semakin bertambahnya waktu, maka semakin unik dinamika yang kami hadapi. Sebelumnya kami adalah orang-orang yang memiliki ambisi besar yang tertanam pada hati kami masing-masing. Ambisi itu yang membuat kami masing-masing mengidentifikasikan diri dalam kelompok-kelompok kecil. Kelompok visi, kelompok yang waterproof, kelompok orang-orang kuat yang melankolis, dan kelompok bau asem. Kami bersaing secara sehat setiap hari, lewat fisik maupun pikiran yang dituangkan pada saat rapat yang ngga kelar-kelar.  Namun saat ini semuanya telah berubah menjadi sangat unik. Dinamika yang sangat rumit namun sangat sedikit mendorong perkembangan orang-orang di dalamnya. Aktualisasi untuk mengejar tempat yang tertinggi, arus yang terderas dan goa yang terdalam, telah berubah menjadi ambisi untuk memuaskan kebutuhan primer ketiga dalam teori motivasi.

Visi – Penyambung Mimpi

Adalah tahun ketiga saya berkomitmen pada organisasi ini, dan saya pikir sudah saatnya mengejar komitmen saya dengan orang tua. Saya ingin menutup karir saya di sini dengan nama baik yang didapat dari perjalanan jauh sebelumnya, dari prestasi menjadi yang terbaik dalam kepengurusan kemarin. Tapi ada suatu hal yang sungguh saya tidak dapat saya jelaskan dengan kata-kata hingga akhirnya sayapun dengan ikhlas menerima amanah itu. 

Sebanyak-banyak yang kau berikan, akan semakin banyak yang akan kau dapatkan. Dua tahun ini saya mendapatkan banyak dari sini, namun saya belum memberikan sesuatu yang berarti. Dan akhirnya saya memutuskan untuk memberikan ilmu yang selama ini saya dapatkan sampai setahun ke depan.

Hari-hari pertama, pikiran saya benar-benar dipenuhi badai mau kemana saya akan membawa orang-orang ini. Saya memanggul beberapa problema yang tidak pernah selesai sejak awal saya bergabung dengan organisasi ini. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk mengangkat isu sebuah mimpi yang akan berusaha saya wujudkan. Sebuah mimpi yang merupakan visi turun-temurun dari sejak pertama didirikan. Dengan visi inilah saya bermaksud menyambung mimpi dari berbagai kalangan yang benar-benar tulus ingin memajukan organisasi ini. Perlahan-lahan saya mengetuk hati orang-orang yang tulus tersebut, dan menuangkannya dalam sebuah rancangan indah hingga  Januari 2013.
Seperti halnya masalah banjir di Jakarta yang tidak akan pernah usai, kecuali merombak ulang tata kota dari awal. Maka saya tidak pernah berpikir mimpi tersebut akan segera diwujudkan. Seperti halnya seluruh rakyat Jakarta yang menyadari mereka akan terus kebanjiran, namun tidak ingin pemimpin mereka pasrah atas banjir tersebut. Maka saya berusaha memulai dengan langkah yang tegas dan konkret walau terkesan memaksakan.

Yak, memaksakan. Kesan yang justru akhirnya saya dapatkan diakhir Juni 2012, mengingatkan akan pertanyaan mendasar dari seorang yang lebih memahami organisasi ini. “Mimpi siapa sebenarnya ini?”.. “Mimpi kita yang tergabung di sini to? Mimpi yang selama ini tercantum dalam visi dan misi kan?”.. “Lalu kenapa kamu sendiri yang ada disini?”.. “Karena saya yang ingin memulainya kembali”.. “Lalu kemana yang lain? Apa kamu yakin mereka juga memiliki mimpi seperti kamu?”.. “Ini sudah menjadi kesepakatan di awal, sudah diperbincangkan di awal, kenapa harus ragu dengan mereka?”.. 

Mimpi ini pun akhirnya tergerus oleh orang yang salah mengidentifikasikan mimpinya sendiri-sendiri dengan organisasi ini. Namun bagaimanapun, segalanya telah berubah. Ajang pembuktian diri tidak lagi dilakukan secara bijak, mungkin belum matang. Segala contoh baik dan buruk ditelan bulat-bulat begitu saja, hanya menghasilkan sinisme dan antipati. Tidak bisa menyaring contoh yang baik, bukan berarti tidak ada contoh baik. Tidak ada lagi yang mengelus-elus perut karena kekenyangan di bakso timoho. Tidak ada lagi bergadang di depan circle K. Tidak ada lagi genjrengan gitar lagu-lagu iwan fals, dan kompor yang menyeduh air panas di sudut ruang ini. 

Januari 2013,, meminta maaf itu ibarat alkohol 70% yang disiramkan ke luka gores, awalnya akan sangat sakit tapi akan cepat memulihkan luka. Terima kasih organisasi yang akan terus saya banggakan sepanjang hidup. Seorang mountaineer akan terus mendaki puncak yang tinggi, membelah hutan yang tak pernah di jamah. Pendayung sejati akan mati kebosanan jika arusnya terus flat. Para cavers akan selalu berusaha mengungkap keindahan yang tidak pernah terlihat. Pemanjat akan terus meraih celah tertinggi untuk menggantungkan dirinya. Tuhan selalu bersama orang-orang yang mau berusaha. Never give up!!!..